5 Mantra Owner Lady Fame, Bikin Omsetnya jadi Gila-Gilaan

Lady Fame, sebuah online shop asal Lampung yang omsetnya gila-gilaan ini ternyata memiliki jurus rahasia dari sang Owner. Yulia Purba Sari menceritakan kepada peserta Workshop Komunitas Pengusaha TDA (Tangan Di Atas) Bandar Lampung hari ini, 21 September 2019.

Workshop yang bertema “Menjadi Milyarder Muda Dari Bisnis Fashion” itu dihelat di Hotel Citihub Bandar Lampung.

Saya inget banget sama Lady Fame, karena beberapa tahun lalu istri saya sering beli pakaian secara online untuk dijual lagi (reseller), tapi ambil barangnya di kosan dekat Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.

Pertama antar istri ambil barang, saya kira tokonya ada di deretan kios-kios samping Puskesmas itu, ternyata masuk gang kecil dan gudangnya ada di rumah kos bedengan. Dan heranya, orang ramai hilir mudik ambil barang ke situ. Dalam hati saya sudah bilang kalau ini usaha bakalan besar.

Dan benar saja..

Usaha yang dulu ada di rumah kos bedengan itu sekarang sudah nangkring di ruko 3 lantai di depan Mal Boemi Kedaton (MBK). Bahkan yang dulunya hanya menyasar segmen remaja, sekarang sudah merambah ke segmen baby. Mungkin karena pelanggan yang dulunya masih mahasiswa, sekarang sudah banyak yang punya baby kali ya..

Yulia Purba sendiri termasuk owner yang tidak suka manggung di seminar-seminar. Ia lebih suka fokus pada membesarkan bisnisnya. Oleh karenanya menjadi sebuah anugerah ketika ia berhasil dirayu oleh Mbak Dian (Owner Sambel ALu) untuk berbagi pengalaman kepada pelaku usaha fashion di Bandar Lampung.

Kebetulan hari ini TDA Bandar Lampung juga kedatangan satu bus rombongan dari TDA Bogor yang ingin sama-sama belajar bisnis.

Tak ayal, sekitar 100 orang pengusaha berkumpul untuk mengikuti sharing dari Mbak Yulia Purba.

Kali ini Yulia Purba tidak sendiri, ada dua pembicara lagi yang juga cetar membahana, mereka adalah Mbak Diah Septiyana Valentin (Owner Ahzarayy) dan Reza (Owner Jilbrave).

Sampai di sini, kamu pasti bertanya-tanya, kapan 5 mantra rahasianya mau dibuka…

Sabar dulu ya ..

sedikit lagi..

Yulia Purba tadi juga bercerita, awalnya usaha ini dibuka karena permasalahan keuangan keluarga orang tuanya. Sedangkan ia masih kuliah dan harus bisa survive.

Dia menghitung, kebutuhan harian untuk makan dan kebutuhan harian lain sebesar 30 ribu rupiah. Maka ia mulai dengan menjual baju dengan margin 30.000/pcs.

Targetnya tidak muluk-muluk, satu hari terjual satu baju saja sudah cukup untuk menutup kebutuhan harian. Saat itu belum terfikir bisnis yang ia rintis bakalan sebesar sekarang ini.

Tanpa disadari, makin lama pelanggannya makin banyak, follower instagramnya juga makin banyak.

Ceritanya dikit aja ya.. Kalo mau lebih banyak, mesti ngobrol 4 mata nih sama Yulia Purba…

Kita langsung ke mantra rahasianya aja ya..

Oke deh tanpa berlama-lama, langsung saja ini 5 mantra rahasia Yulia Purba untuk membesarkan bisnis Lady Fame nya:

  1. Customer itu adalah orang penting.
  2. Customer adalah bagian dalam diri perusahaan .
  3. Customer itu gak butuh kita, tapi kita butuh customer.
  4. Customer gak akan pernah ganggu kerja kita, kitalah yang kerja untuk mereka.
  5. Bukan kita yang berbaik hati untuk mereka, tapi mereka yang tulus mau berbaik hati membeli produk kita.

Dari lima mantra ini, yang saya tangkap adalah Yulia Purba merupakan sosok yang benar-benar mengutamakan Customer Satisfaction. Ia tampak tak mau kompromi dengan kepuasan pelanggan. Kalo anak sekarang bilangnya “Kepuasan Pelanggan Harga Mati” .

Dan yang perlu diingat, standar kepuasan pelanggan makin hari makin tinggi seiring dengan semakin banyaknya pengusaha yang sadar jagain hati pelanggan.

Makanya bicara kepuasan pelanggan tidak akan ada habisnya. Terus improve untuk menaikan level pelayanan dan level kepuasan.

Sampai ketemu di tulisan saya berikutnya, doakan bisa nulis yang lebih seru dari ini..

 

Iwan Setiawan

Cara Membuat Karyawan Lebih Produktif

Oleh: Iwan Setiawan

Seorang sahabat saya bercerita, dia bekerja di perusahaan sudah bertahun-tahun, banyak prestasi yang sudah diraih untuk perusahaan dan dia merasa tidak mendapatkan penghargaan yang layak dari pimpinannya.

Sebaliknya ketika terjadi kesalahan, serta merta semua dianggap sebagai kesalahan besar yang menjadi tanggung jawab pribadinya, bukan sebagai tanggung jawab perusahaan.

Dia merasa diperlakukan tidak adil, ketika ia berhasil mendulang omset yang besar, semua untuk perusahaan, tidak ada penghargaan atau bahkan keuntungan secara finansial untuknya. Tapi sebaliknya, ketika salah dalam bernegosiasi dan terjadi kerugian, maka kerugian itu semuanya ditimpakan kepadanya dalam bentuk pemotongan gaji.

Cerita-cerita seperti ini sering saya dengar dari beberapa orang yang “curhat” pada saya.

Memang unik, obrolan karyawan atas  ketidakpuasan kepada bosnya sering kali menjadi bumbu yang gurih dalam obrolan antar karyawan. Saya juga sering menemui sisa-sisa chatt karyawan di laptop milik perusahaan yang diserahkan karyawan menjelang mereka resign.

Kadang sampai saya tertegun, sebegitu buruknya kah saya di mata karyawan? Tapi balik lagi, bagi saya hal-hal seperti itu adalah pelecut untuk terus memperbaiki diri. Kadang memang ada hal-hal yang tidak sengaja kita lakukan yang ternyata itu merugikan karyawan.

Kadang ada kata-kata yang menurut kita biasa saja, tapi itu dirasakan sangat dalam oleh karyawan. Kadang kita tidak tahu bagaimana karyawan berjuang membela nama baik perusahaan, nama baik bosnya, mengorbankan waktu, tenaga, pikiran atau bahkan kadang juga uangnya.

Ada beberapa obrolan mereka sudah berjuang mati-matian untuk peruasahaan, mengeluarkan uang untuk entertain yang tidak bisa diklaim ke perusahaan dan masih banyak lagi kisah heroik seorang karyawan yang loyal kepada perusahaan tapi kurang diperhatikan oleh pimpinanaya.

Masih banyak sistem yang dibuat oleh perusahaan hanya berpikir bagaimana memproteksi perusahaan dari berbagai kecurangan karyawan, tapi tidak memikirkan bagaimana menghargai kerja mereka. Meminimalisir kerugian dan memaksimalkan keuntungan. Bahasa kasarnya memindahkan semua risiko kepada karyawan, tapi mengambil semua keuntungan untuk perusahaan.

Tidak semua kerja karyawan bisa diukur secara finansial, tidak bisa dinilai berapa besar karyawan tersebut memberikan keuntungan secara finansial kepada perusahaan. Walaupun tidak dipungkiri bahwa keberhasilan perusahaan diukur dari sisi finansial.

Banyak sentuhan tangan yang membuat sebuah perusahaan mampu memberikan produk dan layanan terbaik kepada pelanggan. Prinsipnya karyawan hanya bisa membahagiakan pelanggan ketika hatinya juga bahagia.

Bagaimana mungkin karyawan bisa membuat pelanggan puas jika setiap hari, hatinya tersayat (biar agak dramatis pakai kata tersayat) oleh kata-kata kasar atasanya. Oleh sistem yang selalu merugikan karyawan.

“Manusia itu digerakkan oleh hatinya. Jika ingin merebut hati pelanggan, maka rebutlah hati karyawanmu”, sebuah kata bijak yang dipesankan oleh guru saya.

Di sisi lain…

Saya juga sering melihat karyawan bekerja hanya semata-mata memikirkan keuntungan dirinya sendiri. Tidak peduli kepada perusahaan, tidak peduli pada rekan kerjanya. Tapi biasanya yang seperti ini jumlahnya sedikit.

Lalu paling mudah menyalahkan mereka yang kinerjanya buruk dan egois seperti itu. Eiitss.. stop dulu. Coba kita lihat lebih dekat, mengapa mereka punya sikap seperti itu? Apakah dari awal bekerja, saat kita wawancara dan menerimanya sudah seperti itu? Kalau dari awal sudah begitu, berarti kita salah merekrut, sebaiknya diberhentikan secapat mungkin.

Tapi kalau awalnya baik, kinerjanya bagus lalu menjadi buruk, malas dan berprilaku menyimpang, sebaiknya cek dulu apa yang menyebabkan dia begitu.

Apa ada masalah pribadi, masalah keluarga, masalah dengan pasanganya, masalah dengan rekan kerjanya?.

Jika tidak ada, coba cek apa harapan-harapan dia terhadap perusahaan yang tidak terwujud?. Biasanya mereka merasa apatis, karena apa yang ia harapkan dari perusahaan tidak terpenuhi, ia tidak punya kekuatan untuk memberontak dan mengubah sistem, akhirnya memilih menarik diri dan menurunkan kualitas kerjanya.

Mau resign, nanti susah lagi mau cari kerja yang lain, mau all out di tempat kerja sekarang, iklimnya tidak kondusif untuknya. Akhirnya dia tetap bekerja tapi tidak punya kualitas kerja yang baik.

Rumit ya.. mengelola karyawan, semakin banyak karyawan semakin rumit. Setiap orang punya ekspektasi yang berbeda-beda terhadap perusahaan, terhadap pimpinanya. Memang perusahaan tidak akan mungkin mampu memenuhi semua ekspektasi karyawan tersebut. Tapi setidaknya carilah yang terbaik. Berusahalah yang terbaik.

Tidak ada bos yang sempurna, begitu juga tidak ada karyawan yang sempurna. Yang ada adalah berupaya terus untuk memperbaiki diri dan berusaha menjadi sempurna.

Banyak juga cerita bagaimana “mesranya” hubungan karyawan dengan bosnya, tapi tidak saya tulis disini, nanti nunggu ada yang curhat lagi ya J

Salam bahagia ..

5 Tantangan Start Up Supaya Sanggup Bertahan dan Menguntungkan

Oleh: Iwan Setiawan

Membangun perusahaan start up bukanlah hal yang mudah, tapi juga bukan hal menakutkan. Banyak start up yang berhasil menjadi unicorn tapi juga lebih banyak start up yang gagal dan akhirnya tutup.

Berikut ini saya akan membahas 5 tantangan supaya perusahaan start up sanggup bertahan dan bahkan menguntungkan.

    1. Menemukan Pasar

      Permasalahan pasar merupakan hal yang sangat penting sebelum membangun sebuah start up. Sebab tidak ada satupun perusahaan yang akan sanggup bertahan tanpa memiliki pasar.

      Sebuah perusahaan start up harus melakukan riset pasar terlebih dahulu, terutam mencari problem yang benar-benar membuat konsumen mau mengeluarkan uang untuk membeli solusi atas masalah tersebut.

      Anda harus banyak mendengar pembicaraan orang-orang, apakah sebuah produk yang akan Anda bangun adalah merupakan hal yang “baik” untuk mereka gunakan ataukah justru suatu “keharusan” untuk mereka gunakan.

      Semakin mendekati keharusan, berarti semakin baik.

      Perusahaan start up juga harus pandai-pandai memilih, apakah saat ini adalah waktu yang tepat untuk produk  yang akan dikembangkan. Sebab banyak start up yang menciptakan sebuah produk yang belum dibutuhkan pasar saat ini.
      Lanjutkan membaca 5 Tantangan Start Up Supaya Sanggup Bertahan dan Menguntungkan

Masih perlukah kerja keras, setelah bisa kerja cerdas?

work-smartPertanyaan diatas merupakan kegelisahan saya akhir-akhir ini terhadap generasi baru yang sudah enggan melakukan kerja keras.

Anak-anak muda fresh graduate merupakan tunas-tunas baru yang seharusnya memiliki semangat dan antusiasme tinggi terhadap dunia barunya, baik dunia kerja maupun dunia usaha yang mereka geluti.

Anak-anak muda ini masih memiliki daya berpikir yang sangat kuat dalam hal mencari ide, menguji sebuah ide sekaligus mengkritisi sebuah ide. Hal ini merupakan makanan sehari-harinya selama menempuh pendidikan formal. Dalam hal menciptakan ide, olah pikir memang lebih dominan dibandingkan dengan olah rasa dan olah raga. Disinlah peran kecerdasan sangat dibutuhkan.

Namun Lanjutkan membaca Masih perlukah kerja keras, setelah bisa kerja cerdas?

Semua Profesi adalah Penjual

Semua Orang PenjualMENJUAL, selama ini melekat pada profesi salesman. Padahal setiap profesi selalu saja berhubungan dengan proses menjual, sebut saja profesi dokter, pengacara, notaris, konsultan, teknisi dan bahkan seorang karyawan bagian administrasipun harus bisa menjual.

Ketika saya mengatakan ini kepada teman-teman non-salesman, biasanya mendapat reaksi penolakan. Sering kali mereka mengatakan bahwa menjual adalah hal yang paling menakutkan dan profesi yang paling tidak ia kuasai. Namun tak peduli apapun alasanya, kita semua harus melakukan penjualan setiap hari.

Seorang dokter anak misalnya, sampai harus mendesain ruang praktiknya dengan berbagai sticker tokoh-tokoh kartun yang disukai anak-anak. Memberikan tontonan menarik melalui layar LCD yang berada tepat didepan anak yang sedang diperiksa. Menenangkan anak-anak dengan suara lembut dan candaan yang membuat anak-anak tidak takut pergi ke dokter. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika seorang dokter anak memberikan layanan Lanjutkan membaca Semua Profesi adalah Penjual

Catatan Perjalanan Iwan Setiawan